Hari #1 - Untuk Akung Sayang
Untuk Kakek yang belum pernah aku temui.
Menanyakan kabar sudah biasa untuk mengawali. Aku akan mengucapkan terimakasih dulu, tanpa kakek yang selalu aku banggakan meski belum pernah aku temui. Tanpa kakek yang biasa aku sebut akung ini, mungkin aku tidak akan ada di keluarga ini. Ya, aku akan terlahir tapi beruntungnya aku, ditakdirkan untuk pernah ada cerita memiliki akung dengan sejuta kharisma yang menurut cerita tidak bisa dilupakan oleh sahabat kerabat dan keluarganya.
Syaifullah Mahyudin. Kata Nenek yang aku panggi Uti, begitulah namanya. Aku selalu punya waktu tertentu ketika masih kecil dulu, saat hanya ada aku dan Uti berdua dan berbicara tentang topik menarik.
Aku menemani Uti mengambil uang pensiun milik Akung. Naik taksi, untuk pertama kalinya aku dikenalkan pada transportasi umum itu.
Uti bercerita bagaimana Akung bisa bertemu Uti yang mahasiswanya pada saat itu. Akung orang yang tegas, Akung orang yang sederhana dan Akung amat sayang pada keluarganya. Ah, aku iri pada sepupuku yang lebih tua. Mereka sempat merasakan sua dengan Akung. Akung orang yang pintar, beliau adalah dosen. Pernah aku menemukan surat kabar yang foto Akung bersama 5 rekannya yang akan berangkat ke Amerika. Ah, aku selalu ingin berbicara pada khalayak kalau itu adalah Kakek yang entah bagaimana jasanya, tanpa kakek aku nggak mungkin juga ada disini.
Subuh tadi, tiba-tiba cerita tentang kakek melintas. Sungguh, dari sekiaun keluarga yang belum pernah aku ingin temui adalah beliau, Syaifullah Mahyudin.
Setelah dilihat, meskipun entah bagaimana garis keturunnya itu aku merasa memiliki banyak kesamaan dengan beliau. Dari suka jalan-jalan, berbelanja, dan makan. Aku rasa jika beliau masih ada, kami sudah menjajal semua jenis makanan yang ada di foodcourt atau di depot makan entah mana, dan mengunjungi semua toko baju yang ada juga. Akung suka berbelanja ternyata.
Semoga Akung di alam lain tau kalau cucunya yang belum pernah ketemu ini pengen tau dan bercerita lebih banyak lagi.
Salam,
Cucu yang penasaran, Adiw.
Menanyakan kabar sudah biasa untuk mengawali. Aku akan mengucapkan terimakasih dulu, tanpa kakek yang selalu aku banggakan meski belum pernah aku temui. Tanpa kakek yang biasa aku sebut akung ini, mungkin aku tidak akan ada di keluarga ini. Ya, aku akan terlahir tapi beruntungnya aku, ditakdirkan untuk pernah ada cerita memiliki akung dengan sejuta kharisma yang menurut cerita tidak bisa dilupakan oleh sahabat kerabat dan keluarganya.
Syaifullah Mahyudin. Kata Nenek yang aku panggi Uti, begitulah namanya. Aku selalu punya waktu tertentu ketika masih kecil dulu, saat hanya ada aku dan Uti berdua dan berbicara tentang topik menarik.
Aku menemani Uti mengambil uang pensiun milik Akung. Naik taksi, untuk pertama kalinya aku dikenalkan pada transportasi umum itu.
Uti bercerita bagaimana Akung bisa bertemu Uti yang mahasiswanya pada saat itu. Akung orang yang tegas, Akung orang yang sederhana dan Akung amat sayang pada keluarganya. Ah, aku iri pada sepupuku yang lebih tua. Mereka sempat merasakan sua dengan Akung. Akung orang yang pintar, beliau adalah dosen. Pernah aku menemukan surat kabar yang foto Akung bersama 5 rekannya yang akan berangkat ke Amerika. Ah, aku selalu ingin berbicara pada khalayak kalau itu adalah Kakek yang entah bagaimana jasanya, tanpa kakek aku nggak mungkin juga ada disini.
Subuh tadi, tiba-tiba cerita tentang kakek melintas. Sungguh, dari sekiaun keluarga yang belum pernah aku ingin temui adalah beliau, Syaifullah Mahyudin.
Setelah dilihat, meskipun entah bagaimana garis keturunnya itu aku merasa memiliki banyak kesamaan dengan beliau. Dari suka jalan-jalan, berbelanja, dan makan. Aku rasa jika beliau masih ada, kami sudah menjajal semua jenis makanan yang ada di foodcourt atau di depot makan entah mana, dan mengunjungi semua toko baju yang ada juga. Akung suka berbelanja ternyata.
Semoga Akung di alam lain tau kalau cucunya yang belum pernah ketemu ini pengen tau dan bercerita lebih banyak lagi.
Salam,
Cucu yang penasaran, Adiw.
Komentar
Posting Komentar