Mencari Sore
Sudah 3 jam kami duduk di kursi yang bersebelahan, hanya
untuk menentukan tujuan untuk berhenti. Kami masih pergi sejak tadi, dan hanya
berputar-putar sambil mengobrolkan banyak hal. Sesekali kami membahas akan
kemana tempat yang akan kamu jadikan tujuan, sekedar untuk meluruskan kaki.
“Kita jadinya kemana nih?”
Pertanyaan dariku yang tak pernah mendapat jawaban.
Disamping ketidak jelasan yang selalu menguntit kepergian kami hari itu,
detikan jam tanganku yang terus berputar hingga kadang terdengar saat hening
menghinggap pada kami itu semakin membawa waktu ke penghujung hari.
“Kita isi bensin dulu ya, sekalian sholat. Aku pengen cari
toilet juga. Kamu capek nggak?”
“Oke, deh. Aku juga mau cari minum.” Kita hanya membawa satu
botol air minum, dan bisa dibayangkan ketika berputar di jalanan selama
berjam-jam tentulah air minum satu botol itu akan habis tanpa disadari.
Kami sampai di SPBU terdekat yang kami lalui, kami berhenti
disitu dan menyelesaikan urusan kami masing-masing. Aku selesai mengisi bensin
dan ke toilet, dan dia kembali membawa beberapa snack dan air minum tentunya. Dia
berdiri di bagian depan mobil, menatap senja yang memerah bagai guratan api di
atas kepala kami. Perlahan kugerakkan kakiku mendekati tubuhnya, ada sedikit
rasa takut terbersit di hatiku karena jika tidak hati-hati, tubuhku akan
terbang dibawa angin malam yang semakin berhembus kencang.
“Aku nggak tau apa yang membawa kita kesini. Rasanya semua
ruas jalan di Yogyakarta ini sudah khatam
kita lalui. Lalu apa yang kurang ya, rasanya tidak ada yang pas untuk
dikunjungi.”
Dia terdiam sejenak, namun aku bisa tau dia menghembuskan
nafasnya panjang yang tersamarkan oleh angin sore.
“Mungkin hati kita sedang tidak menyatu, yang membuatnya tak
tau harus membawa kita kemana. Kita berfikir tidak sama sore ini, jadi ya hanya
terhenti disini melihat langit yang semakin oranye sekarang.”
Nih, brub.
Komentar
Posting Komentar