Sepi
Terbunuh sepi. Berapa jam aku disini menunggumu? Sampai pelayan yang kesekian datang, menanyakan akan memesan apa diriku. Sepi itu kadang memang menyiksa, meskipun kita kadang membutuhkan sepi, kadang juga membunuh sepi, tapi saat ini aku yang merasa terbunuh oleh sepi.
Sebuah cafe menjadi saksi bisu malam ini, ketika aku menunggu orang yang belum aku ketahui namanya. Kursi sampingku masih kosong, dan memandang lurus ke depan hanya menimbulkan iri karena melihat sepasang kekasih sedang mengerjakan tugasnya bersama disini.
Hujan Belum, baru gerimis disini. Memang akhir-akhir ini aku memperhatikan kekalutan awan yang selalu merubah warnanya, dan aku ingin menghapusnya. Ah, aku merasa betah di kursi ini, sepertinya tak ingin pulang. Musik jazz yang tak pergi menemani, seakan membisikkan kata apa yang ingin disampaikan oleh hati, namun tak tersampaikan.
Aku memesan minuman yang belum pernah aku coba sebelumnya. Satu teguk, dua teguk. Mati. Aku overdosis.
Sebuah cafe menjadi saksi bisu malam ini, ketika aku menunggu orang yang belum aku ketahui namanya. Kursi sampingku masih kosong, dan memandang lurus ke depan hanya menimbulkan iri karena melihat sepasang kekasih sedang mengerjakan tugasnya bersama disini.
Hujan Belum, baru gerimis disini. Memang akhir-akhir ini aku memperhatikan kekalutan awan yang selalu merubah warnanya, dan aku ingin menghapusnya. Ah, aku merasa betah di kursi ini, sepertinya tak ingin pulang. Musik jazz yang tak pergi menemani, seakan membisikkan kata apa yang ingin disampaikan oleh hati, namun tak tersampaikan.
Aku memesan minuman yang belum pernah aku coba sebelumnya. Satu teguk, dua teguk. Mati. Aku overdosis.
Komentar
Posting Komentar