Kopi Pertama di 2016

Selamat datang tahun 2016! Apa shio tahun ini?

Tidak membuka banyak cerita di malam pergantian tahun, ya jadi terasa kurang spesial juga tapi dipikir kembali haruskan punya kegiatan di malam pergantian tahun? Enggak, tapi kalau ada ya, boleh deh.

Jadi, setelah melewati pergantian tahun dengant tidur dan kebangun jam 3 mendapati Irfan masih bangun, dan terlibat dalam obrolan tahun baru yang agaknya ga penting, ga usah dibahas, berakhir dengan kami kembali tidur menjelang subuh setelah sebelumnya update baca Al Quran dulu di Path. Tidak ada yang spesial, hingga akhinrya menyambung dengan ngomongin Pak Yusuf Mansyur di Path. Memulai tahun dengan tidak positif agaknya, ya. Yaudah, biarkan sepagi itu berjalan tidak istimewa.

Mari menikmati kopi pertama di 2016. Berawal dari kosongnya agenda dan orang rumah tidak punya acara, akhirnya memutuskan untuk pergi sama Kutit. A friend of mine since first grade in senior hugh school. We used to have a deep conversation, it was on every Friday and we did that every week, on the second year. Skip!
Menjemput Kutit ke rumah, dan mencari makan dulu sebelumnya, lalu memutuskanlah kita pergi ngopi. 

Proses unik pembuatan kopi
Ini menarik, ya sebelumnya pernah mencoba ke Klinik Kopi tapi gagal karena tutup terus. Akhirnya setelah mencari (thank you Google Maps) dan puter balik 2 kali, sampailah kami. Unik, kesan pertama yang didapat ketika pertama sampai di sana karena tempatnya ternyata gelap dan remang-remang banget. Terus ada semacam selasar, dan banyak orang lesehan dan ngobrol disana. Yes, it was cozy place to talk about everything. Everything. Kalaupun bahas sex life di sini kayaknya juga ga ada orang yang mau menilai dari sudut pandang negatif. Mengantri beberapa saat, dan tibalah kami dipanggil untuk dilayani. (((DILAYANI)))
Pembuatan kopi sangat-sangat ribet, menurutku. Di sini memberi kesan bahwa untuk menikmati kopi, itu membutuhkan proses yang tidak sebentar. Bener-bener satu orang dibuatkan satu-persatu, pantesan lama. Ga semudah mengaduk kopi sachet dengan air panas. Kutit membeli kopi pahit, dan aku membeli yang asam. Entah, semenjak ke Aceh jadi suka kopi asem.

Kopiku dan kopi Kutit
Setelah mendapatkan kopi kami, keluarlah ke tempat selasar tadi yang banyak orang lesehan. Di situ ga boleh merokok, yaudah kita duduk aja ngopi dan ga ngerokok. Oh iya, ada papan tulisan kecil isinya "No wifi, talk to each other." Okay, tapi percakapan kami berdua malam itu dimulai dengan "Ini ga ada wifi tapi kita mainan hape juga, apa bedanya?" Akhirnya kami meletakkan handphone, dan mulai ngobrol dari ngomongin orang sampai ngomongin hidup yang sudah semakin tua. Seumuran kita gini mah udah mikirin besok mau punya rumah di mana, ga mikir mau nikah sama siapa. 
Ngobrol ngalor-ngidul ditutup dengan telfon Wildan di Groningen, hehe. Kangen sama brewok satu itu, dulu kalau pergi sama Kutit selalu ada Wildan dan Yogek, sekarang sibuk. Mau nyamain waktu aja susah banget. 

Obrolan harus berakhir, karena haurs pulang. Kita pergi, dan berakhirlah hari pertama di 2016 dihabiskan sama Kutit di Klinik Kopi. Satu cup coffee harganya 15000 aja, terjangkau banget. But remember, no sugar ya!

Komentar

Postingan Populer